Jumat, 06 Juli 2007

Nenek di angkot
Ada cerita yang mengharukanIni Pengalaman Salah satu kawan saya di Bandung, Irma namanya.mengena sekali.

====================================================

Terik matahari siang itu cukup untuk membuat kepala saya berdenyut. Tapi apa daya, saya harus menempuh perjalanan lebih dari 20 km untuk sampai rumah dengan angkot. Dulu waktu SMA mah masih bisa tidur di angkot, pojok belakang. Sudah tua begini, malah banyak pikiran, nggak bisa tidur sama sekali -- Lagian udah trauma pernah dicopet. Saat itu naik angkot jurusan panghegar-dipati ukur, menuju ke arah Bandung Timur.Di Kosambi naik seorang ibu-ibu yang bisa dipastikan usianya lebih dari setengah abad, bersama dengan seorang anak lelaki berseragam taman kanak-kanak. Si Anak menangis sambil bawa-bawa VCD. Si Ibu marah-marah. "Udah! Jangan nangis! Lain kali kalau nenek lagi nawar, diem!""Waaaaaaaaaaa......." "Ayo, minta maaf sama nenek! Nanti nenek pulangin ke mamah!" "Iyaa... minta ma'aaaaf, waaaaaaaa............" "Udah, diem... Mau nggak dipulangin ke mamah?" "Nggak mau!" Kurang lebih begitulah dialog pertengkaran si Ibu dan si Anak, membuat perhatian seluruh penumpang angkot tertuju pada mereka. Termasuk saya yang biasanya suka nggak mau tau urusan orang.Kebetulan di angkot banyak ibu-ibu (termasuk saya juga...hehe, tapi saya mah nggak bawel). Jadi aja pada nanya si ibu-ibu teh... "Kunaon Bu?" "Ieu atuh da... hoyong meser visidi, ari ku abdi nuju ditawis teh kalahka ceurik bari visidi-na dicecekel" "Ari mamahna di mana kitu?" Dari situlah si Ibu mulai curhat.... Sejak bayi, anak lelaki itu dititipkan oleh orang tuanya kepada beliau. Si Ibu adalah ibu dari ayah sang anak. Anak dan menantu Ibu tersebut, alias orang tua si Anak, kerja di Jakarta. Bapaknya sibuk, ibunya apalagi... jadi kepala cabang sebuah bank ternama. Anak itu pernah dibawa ke Jakarta dan diasuh oleh pembantu. Tapi nggak cocok, jadi dipulangin lagi ke neneknya di Bandung.Akhirnya sampai sekarang, orang tuanya lebih percaya sama neneknya untuk mengurus anak, daripada harus tinggal di Jakarta bersama pembantu. Lagian si Anak udah nggak mau pisah sama nenek dan kakeknya itu. Sang Nenek pernah dibawa tinggal di Jakarta.......... "Teu betah di ditu mah!" kata si Ibu itu - eh tokohnya jadi si Nenek aja ya... Si Nenek bercerita bahwa rumah anaknya itu besaaar sekali. Bertembok dan berpagar tinggi. Pernah keluar rumah sendiri, eh pas balik lagi bingung... lupa nomor rumah, lupa cat pagar, dan semua sama, berpagar tinggi.Si Nenek yang di Bandung biasa bersosialisasi dengan tetangga, langsung merasa kesepian dan pengen pulang. Sang Cucu? Tentu saja ingin ikut neneknya. Orang tua si Anak pulang ke Bandung satu/dua minggu sekali. Datang Jum'at malam, pergi lagi Senin pagi. Limpahan kemewahan materi tercurah untuk anak semata wayang, beserta nenek dan kakeknya. Apapun yang diminta, pasti dipenuhi. "Cocooan nu hiji satengah juta oge dipanggaleuhkeun...." Si Ibu bercerita tanpa tersirat kesombongan sedikitpun. Yang jelas, si Anak tidak pernah minta ikut mamanya. Hati saya mulai miris mendengarnya --- Nenek ini tiap hari naik angkot hanya untuk antar - menunggu - dan membawa pulang kembali cucunya dari sekolah. TKnya jauh lagi dari rumahnya. Hal inilah yang membuat saya nggak kuat untuk ikut bertanya - kenapa milih sekolah yang itu? Bukankah banyak TK yang dekat? Alasannya hampir tak terduga --- murah, tanpa seleksi, fasilitas cukup memuaskan. Saya tidak melanjutkan bertanya. Hanya bertanya dalam hati, kenapa milih yang murah? Bukankah orang tuanya kaya? Cuma saya lupa aja nanya, kenapa nggak naik jemputan aja. Takut diculik orang kali ya.Dan dari obrolan ini, yang paling menyedihkan adalah.... si Nenek ternyata keberatan dengan 'amanah'nya itu. "Abdi teh tos cape.... Kalau diindonesiakan.... "Saya udah cape, ngurus anak ini sejak bayi merah. Tapi mamanya keberatan kalau harus melepas pekerjaannya. Kerja di Bank kan sering sampai malam" . ... Nenek ini terus mengeluh..." Mending ya yang lain mah kalau dititipin cucu, malam ibunya ada, jadi bisa istirahat. Ini mah siang malam saya yang ngurus". Beliau melanjutkan kata-katanya yang membuat hati saya semakin teriris-iris "Kalau sudah tua begini, inginnya ikut pengajian sama ibu-ibu yang lain. Tapi kalau saya ngaji dia suka rewel, jadi ya sudah saya tidak bisa ikut pengajian" Si Anak cuma diam.... entah mengerti atau tidak apa yang dibicarakan oleh neneknya. Wallahu a'lam... Tak lama kemudian, nenek dan cucu itu pun turun dari angkot. Mendahului saya yang sering menjuluki diri sebagai penumpang abadi, saking jauhnya.Entahlah, mungkin siapapun akan mengelus dada mendengar keluhan Ibu ini, sekaligus diam-diam mengutuk anak dan menantunya yang tega nian.... demi harta, mereka menzhalimi ibu dan anaknya sendiri. Saya tidak mau terlalu jauh membayangkan balasan Allah terhadap orang tua si Anak. Itu adalah urusan-Nya. Lebih jauh lagi, apa sih artinya sebuah pernikahan kalau rumah tangga yang dibangun jadi seperti ini? Wah... analisanya rada rumit itu mah. Yah...mudah-mudahan saja suatu saat hidayah hadir di hati mereka, semoga sang Nenek diberi keikhlasan, sang Anak menjadi anak yang shalih, dan orang tuanya diberi ampunan oleh Allah. Aamiin. Tapi sekaligus saya mencoba membayangkan untuk ambil posisi sebagai mamanya si anak tadi. Mungkin saja ya, saya punya keputusan yang sama? Mungkin juga saya berpikir.... sayang dong melepas gaji jutaan rupiah per bulan 'hanya' untuk mengurus anak.... Ah, lagi-lagi saya berdoa dalam hati, semoga saya tidak diberi pilihan seperti itu, sekaligus bersyukur bahwa saya adalah seorang ibu yang biasa-biasa saja. Rapor standar, IPK standar, gaji sekarang pun standar, hehe.Rasanya sampai saat ini saya masih bisa dengan mudah memprioritaskan berbagai amanah yang saya emban, insyaa Allah dengan sebuah landasan dan prinsip yang saya yakini kebenarannya. Hmm....Rasanya kok angkot ini jadi semakin lambat jalannya? Mungkin karena saya ingin cepat pulang. Memang hanya dua hari dalam seminggu saya titipkan anak-anak saya ke neneknya. Tapi jadi agak khawatir juga.... khawatir saat ini ibu saya sedang 'ngedumel' "Kok si Ier gak pulang-pulang!" Bisa gawat nasib gue di akherat nanti.... Sekarang aja udah gawat.... ngerjain si mamah dari bayi sampe sekarang punya anak dua.... Anak macam apa aku ini! -istighfar---- istighfar ----- istighfar.... Saya hanya bisa membalasnya dengan do'a. --Rabbighfirlii--wali waalidayya --- warhamhumaa --- kamaa rabbayaanii shaghiiraa --- Semoga saya termasuk anak shalihah agar doa saya - sampai untuk kedua orang tua.. -ier-

Tidak ada komentar: